![]() |
| Subhanallah..!!! Ternyata dengan Menjaga Mulut Bisa Menyehatkan Diri Dan Membangun Peradaban |
“Dan (Allah berfirman), ‘Hai
Adam, tinggallah engkau bersama istrimu di surga, serta makanlah olehmu berdua
apa saja yang kalian suka. Tetapi janganlah kalian berdua mendekati pohon yang
satu ini. (Apabila mendekati), kalian berdua termasuk orang-orang yang zalim.’
Lalu setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan aurat
mereka (yang selama ini tertutup). Dan (setan) berkata, ‘Tuhan melarangmu
mendekati pohon ini hanya agar kalian berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang-orang yang kekal (di dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah
kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku benar-benar termasuk penasihat kalian.’ Dia
(setan) membujuk mereka berdua dengan tipu daya. Ketika keduanya telah
mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah aurat mereka, dan mulailah mereka
menutupinya dengan daun-daun surga. Tuhan menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah
melarang kalian dari pohon itu, dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya
setan adalah musuh yang nyata bagi kalian?’ Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami,
kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami
dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi.'” (al-A’raf: 19-23).
Nabi Adam as dan istrinya,
Hawa, moyang manusia, berbuat satu kesalahan saat menjadi penghuni surga.
Mereka termakan tipuan setan, lalu tersadar dengan segera, dan bertobat. Apa
kesalahan mereka? Makan buah larangan. Peristiwa apakah itu? Peristiwa mulut!
Sebagian pendapat mengatakan
bahwa kesalahan itulah yang menjadi alasan Allah swt memindahkan Adam-Hawa ke
bumi. Pendapat lain mengatakan bahwa pemindahan itu bukan karena kesalahan yang
mereka lakukan, melainkan semata kehendak Allah swt demikian. Berbuat salah
ataukah tidak, Adam-Hawa tetap dipindahkan ke bumi dan menjadi moyang kita,
bangsa manusia.
Apa pun itu, yang pasti,
sebuah kesalahan monumental telah dilakukan oleh moyang manusia, dan ia adalah
peristiwa mulut. Ini merupakan satu pesan mendalam bagi kita, manusia, agar
organ tubuh yang satu ini, yang bernama mulut ini, benar-benar kita jaga dengan
benar!
Karakter Islam yang
integral, tidak mendikotomikan urusan ruh dengan fisik, dunia dengan akhirat,
memberikan konsekuensi penjagaan diri (termasuk mulut) meliputi aspek ruhani
dan jasmani.
Secara ruhani/ruhiyah, Islam
mengajarkan tata-lisan yang baik, santun, beradab, membangun, berfaedah.
“Dan katakanlah kepada
hamba-hambaKu, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik
(benar).’ Sungguh, setan (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Isra’: 53).
“Siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik, atau diam.” (Hr. Bukhari dan
Muslim).
Ayat dan hadits di atas
menjadi nasihat sangat jelas bahwa lisan harus dijaga, tak boleh sembarang
bicara, harus memertimbangkan faedah dan adabnya. Bicara, bersuara, merupakan
satu aspek fungsi mulut.
Jika dipandang hanya dengan
logika sains yang dangkal, isi pembicaraan tak ada benang merahnya dengan
kesehatan badan. Namun logika sains yang lebih dalam, yang tak meninggalkan
aspek spiritual, mampu menemukannya. Seorang pakar pengobatan Muslim
mengatakan, “Penyakit muncul disebabkan oleh perilaku kurang baik yang
dilakukan hari demi hari, bahkan bertahun-tahun.” Salah satu wujud perilaku
tidak baik adalah berbicara tidak baik.
Aspek fungsi kedua dari
mulut yakni sebagai pintu masuk makanan dan minuman. Makan dan minum merupakan
kebutuhan primer jasad manusia dan makhluk hidup lainnya. Agar kesehatan
terpelihara, perilaku makan sudah pasti harus baik. Dalam Islam, ada dua syarat
makanan dan minuman boleh diasup. Ialah halal dan tayib.
Halal meliputi wujud dan
cara mendapatkan. Halal wujud seperti Allah firmankan dalam al-Baqarah: 173.
Selain makanan-minuman yang disebut sebagai haram di ayat tersebut, ayat lain,
dan hadits, adalah halal. Namun yang halal itu apabila diperoleh dengan cara
yang haram, maka menjadi haram. Masalah halal-haram makanan-minuman sudah
mencakup akpek ruhani dan jasmani. Makanan-minuman yang diharamkan, secara
sains tidak baik bagi kesehatan dan berbuah dosa. Sedang makanan-minuman yang
didapat dengan cara haram, mungkin baik-baik saja bagi kesehatan, akan tetapi
berbuah dosa pula yang akan dibalasi dengan azab. Azab bisa dikenakan di dunia
maupun akhirat. Dan azab di dunia bisa berupa sakit yang membawa derita.
Perihal makanan dan minuman
halal, kaum Muslim di dunia kini, khususnya di Indonesia, sudah semakin sadar
dan berhati-hati. Labelisasi halal MUI (Majelis Ulama Indonesia) diikuti oleh
perusahaan-perusahaan makanan-minuman yang memasarkan produk mereka di negeri
ini agar dibeli. Tetapi tayib, apakah sudah diperhatikan sekarang? Apakah kaum
Muslim, para pemukanya, ulamanya, sudah membahas secara serius? Apakah mereka
sudah mengamalkan dalam keseharian, menginsumsi makanan-minuman hanya yang
tayib? Lebih banyak yang tayib ataukah yang tidak, makanan-minuman yang beredar
di negara kita?
Pertanyaan-pertanyaan di
atas harus kita jawab dengan jujur dan diikuti langkah nyata di lapangan. Bila
ternyata makanan-minuman tayib masih menjadi mimpi, maka PR kita, Muslim,
sebagai cicit pendiri negeri, adalah bagaimana mewujudkannya menjadi nyata.
Sekali lagi, peristiwa dosa yang dilakukan moyang kita Adam-Hawa adalah
peristiwa mulut, soal makanan!
“Wahai manusia, makanlah
dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi. Dan janganlah kalian
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi
kalian.” (al-Baqarah: 168).
“Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah dari rejeki yang baik yang Kami berikan kepada kalian, dan
bersyukurlah kepada Allah jika kalian hanya menyembah kepadaNya.” (al-Baqarah:
172).
Memang tidak mudah
menentukan kriteria ketayiban makanan-minuman. Karena nilai negatif
makanan-minuman yang beredar di sekitar kita bertingkat-tingkat. Yang pasti,
disebut tayib apabila makanan-minuman itu tidak mengandung zat-zat yang merusak
tubuh. Dan pembuatannya, pengemasannya, hingga pendistribusiannya tidak
merugikan pihak-pihak tertentu, dan pastinya tidak merusak kelestarian alam.
Ini penting, ini PR besar kaum Muslim di era modern! [IB]
Sumber : http://www.panjimas.com/ragam/2017/01/09/jaga-mulut-sehatkan-diri-dan-peradaban/
