![]() |
| Subhanallah!!! Inilah kisah Sepanjang masa sosok pemuda Ibnu Abbas “Si Pemuda Tua” |
(Panjimas.com) – Abdullah
bin Abbas ra, atau yang masyhur dengan Ibnu Abbas ra, adalah putra dari Abbas
bin Abdul Muththalib ra, paman Rasulullah Muhammad saw, yang seorang saudagar
kaya. Ia dilahirkan pada 619 M di Jazirah Arab. Ibunya bernama Ummu al-Fadl
Lubaba ra, yang merupakan wanita pemeluk Islam kedua setelah Khadijah ra. Ibnu
Abbas ra memiliki satu saudara bernama Fadl bin Abbas ra.
Sebagai shahabat yang dekat
dengan Rasulullah saw, Ibnu Abbas ra sempat meriwayatkan banyak hadits.
Masyarakat Arab mengakuinya sebagai seorang cendikiawan, seorang yang kaya
wawasan. Ia menjadi pembelajar ulung sejak masih kanak-kanak.
Suatu ketika, si bocah Ibnu
Abbas ra penasaran dengan cara Nabi saw melakukan shalat. Ia ingin sekali
mengetahui dengan mata kepalanya sendiri. Maka ia menginap di rumah bibinya,
Maimunah binti al-Harits ra (istri Nabi saw), di saat jadwal Sang Nabi berdiam
di rumahnya. Ia berjaga menanti Rasulullah saw bangun untuk shalat malam. Setelah
kesunyian panjang, sampailah detik di mana terdengar suara suami bibinya
bangun. Sekelebat cepat si kecil bengkit menapakkan kaki mengambilkan air wudhu
Sang Nabi. Dasar ulah bocah kecil… Terkejutlah Utusan Allah swt melihat ia
memegang wadah di depan mata. Beliu mendekat, lalu mengelus kepalanya seraya
berdoa, “Ya Allah, berikanlah ia kepandaian dalam agamaMu, ajarilah ia tafsir
kitabMu.”
Ibnu Abbas ra menjadi makmum
Rasulullah saw bersama bibinya. Ia menempatkan diri sedikit di belakang
Rasulullah saw. Beliau menariknya sampai hampir sejajar di samping kanan. Si
kecil mundur lagi ke tempatnya semula. Nabi saw mendiamkan sampai shalat tuntas
dijalankan. Baru kemudian beliau menanyakan mengapa ia mundur kembali. “Wahai
kekasih Allah dan manusia, tak pantas kiranya aku berdiri sejajar dengan utusan
Allah,” jawab Ibnu Abbas ra dengan polos. Rasulullah saw tersenyum, lalu
mengulangi doanya tadi.
Masa kecil Ibnu Abbas ra
benar-benar seperti dihabiskan hanya untuk berguru kepada Muhammad saw. Hingga
saat ia berumur tiga belas tahun, sang guru wafat. Ibnu Abbas ra menglami
kesedihan yang mendalam, ia sangat merasa kehilangan. Bagaimana tidak, seorang
Nabi Akhir Zaman yang selama ini menjadi pemberi nasihat dan mengajarkan ilmu
kehidupan yang pasti benar dan terbaik, telah meninggal dunia. Namun, kesedihan
tak menjadikannya berputus asa. Jiwa binaan Sang Nabi telah mengakar di
dirinya. Ia tetap beristiqamah menempuh jalan keilmuan. Ia menimba ilmu kepada
para shahabat. Maka benarlah, ia pun menjadi seorang ilmuwan. Penguasaan
ilmunya jauh melampaui pemuda-pemuda sebayanya. Sebab itulah ia kerap kali
diajak berdiskusi dengan para sahabat senior. Salah satunya Umar bin Khattab
ra, ia selalu memanggil Ibnu Abbas ra untuk turut serta dalam bermusyawarah.
Walau usia masih remaja,
namun pendapat-pendapat Ibnu Abbas ra selalu diperhitungkan. Sampai-sampai Umar
bin Khathathab ra menjulukinnya “Si Pemuda Tua”. Doa Rasulullah saw benar-benar
telah terwujud nyata.
Selanjutnya, Ibnu Abbas ra
menjadi tempat bertanya, karena kegemarannya sejak kecil bertanya. Ia menjadi
tempat menimba ilmu, karena kesukaannya sejak kecil menimba ilmu. Begitulah
kehidupannya hingga tua, hingga tutup usia. Menurut keterangan Ibnu Jubair ra,
Ibnu Abbas ra wafat di Thaif pada 78 H. Sejarah pun mencatat, keturunannya
kelak menjadi para pemimpin kaum Muslim di masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah.
Wallahu a’lam. [IB]
